Pertempuran Baru di Rakhine Bahayakan Etnis Minoritas

Warga yang melarikan diri dari konflik antara militer Myanmar dan Arakan (AA), tiba di kamp pengungsi darurat di biara di Sittwe, negara bagian Rakhine, 29 Juni 2020. (Foto: AFP)

Pertempuran antara tantara Burma dan kelompok etnis bersenjata di negara bagian Rakhine meningkat dan mengancam ribuan warga sipil.

Dalam beberapa pekan terakhir, pertempuran antara tentara Burma dan kelompok etnis bersenjata di negara bagian Rakhine semakin berkecamuk dan mengancam ribuan warga sipil.

Militer Burma berperang melawan Tentara Arakan, sebuah kelompok etnis bersenjata yang menentang pemerintah pusat, di negara bagian Rakhine dan Chin. Kekerasan meningkat tajam sejak Januari tahun lalu.

Pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat, Australia, Inggris, dan Kanada menekankan "Akses untuk organisasi kemanusiaan harus diberikan agar mereka dapat memberikan bentuan yang diperlukan, terutama saat masyarakat menghadapi Covid-19 dan musim hujan."

Pernyataan bersama tersebut menyerukan "perlindungan warga sipil, properti dan mata pencaharian mereka oleh semua pihak." Pengungsian komunitas lokal di sepanjang jalur desa Kyuaktan akan mengakibatkan meningkatnya populasi pengungsi lokal di Rakhine, kata pernyataan itu. “Kami mengetahui laporan tentang pembakaran properti, penembakan, dan penangkapan penduduk desa. AS, Australia, Inggris, dan Kanada "meminta semua pihak bersenjata untuk menahan diri saat berada di daerah yang dihuni oleh komunitas lokal," kata pernyataan tersebut.

Sementara itu, kelompok etnis dan agama minoritas Rohingya, terus menghadapi kondisi yang mengerikan di kamp pengungsi dan pengungsian di Cox's Bazar, Bangladesh, dan juga di negara bagian Rakhine. Banyak dari mereka yang mengungsi ke negara terdekat, termasuk ke Indonesia. AS memuji tanggapan pemerintah Indonesia dan pemerintah daerah Aceh terkait kedatangan 99 pengungsi Rohingya pada 24 Juni di perairan Indonesia.

“Kami memuji tindakan kemanusiaan Indonesia bagi populasi yang rentan ini, dan juga karena telah bertindak sebagai pemimpin di ASEAN dalam masalah mendesak ini,” kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri Morgan Ortagus. “Ini menjadi contoh yang baik bagi negara-negara di kawasan ini, dan seluruh komunitas internasional.”

Warga sipil terus menanggung beban konflik di negara bagian Rakhine dan Chin. Dialog antara pihak-pihak bersenjata sangat dibutuhkan. Juru Bicara Departemen Luar Negeri Amerika, Ortagus mengulangi seruan AS untuk “menghentikan pertempuran, melangsungkan dialog damai, mengupayakan lagi perlindungan bagi komunitas lokal dan memberikan akses bagi organisasi kemanusiaan." Selain itu, militer Burma memiliki kewajiban di bawah Mahkamah Internasional untuk melindungi orang Rohingya dan lainnya dari bahaya lebih lanjut.