Pemilu Legislatif yang Tidak Bebas di Hong Kong

Foto yang dirilis kantor berita Xinhua, Presiden China Xi Jinping, kanan, berpose bersama Kepala Eksekutif wilayah khusus Hong Kong Carrie Lam, dalam pertemuan di Beijing, China, 22 Desember 2021.

Kandidate yang pro Partai Komunis China seperti diduga berhasil menang dalam pemilu legislatif baru-baru ini setelah UU pemilu diubah untuk memastikan hanya kandidat yang pro-Beijing yang diizinkan mencalonkan diri sementara aktivis pro-demokrasi dipenjara.

Di bawah UU baru ini, jumlah legislator yang dipilih langsung dikurangi dari 35 menjadi 20 – meski kursi di parlemen ditambah dari 70 menjadi 90. Sebagian besar anggota parlemen ditunjuk oleh entitas yang pro Partai Komunis China, untuk memastikan mereka menjadi mayoritas parlemen.

Tidak mengherankan, jumlah orang yang memberikan suaranya mencatat rekor terendah yaitu 30,2 persen – angka terendah sejak Inggris mengembalikan Hong Kong pada China pada 1997.

Dalam pernyataan gabungan, Menlu AS Antony Blinken bersama dengan Menteri Luar Negeri Australia, Kanada, Selandia Baru dan Inggris menyampaikan “kekhawatiran mendalam akan tergerusnya elemen demokratis dalam sistem pemilihan Wilayah Administratif Khusus ini. Tindakan yang merusak hak-hak, kebebasan dan otonomi Hong Kong itu mengancam harapan kami bersama akan kesuksesan Hong Kong.”

Sejak 1997, kandidat dengan pandangan politik yang beragam bertarung dalam pemilu di Hong Kong. Tapi pemilu terbaru memutarbalikkan tren ini. Restrukturisasi sistem pemilihan Hong Kong yang diberlakukan awal tahun ini “menghapus oposisi politik yang berarti,” menurut pernyataan bersama itu. Sementara itu, banyak politisi oposisi Hong Kong masih dipenjara menunggu persidangan, sementara sebagian lainnya berada di pengasingan di luar negeri. Di antara mereka adalah 47 kandidat yang ikut dalam pemilihan pendahuluan demokratis tahun lalu yang sekarang didakwa dengan “konspirasi subversif” di bawah UU Keamanan Nasional.

Amerika Serikat dan sekutunya mengatakan mereka tetap “sangat khawatir akan dampak yang mengerikan dari UU Keamanan Nasional dan larangan kebebasan berbicara dan kebebasan berkumpul yang semakin banyak, yang dirasakan seluruh masyarakat madani. LSM, serikat pekerja dan organisasi HAM yang tidak mendukung agenda pemerintah dipaksa bubar atau pergi, sementara kebebasan media sangat dibatasi.”

Pemilu yang bebas dan adil penting untuk memastikan stabilitas dan kemakmuran Hong Kong. Pernyataan bersama ini mendesak Republik Rakyat China bertindak sesuai dengan kewajiban internasionalnya untuk menghormati hak-hak dan kebebasan mendasar yang dilindungi di Hong Kong, termasuk yang dijamin dalam Deklarasi Gabungan China-Inggris.”