Accessibility links

Breaking News

Empat Tahun Penderitaan Burma di Bawah Pemerintahan Militer


(FILE) Anggota militer Myanmar memperingati Hari Kemerdekaan Myanmar ke-77 di Naypyidaw pada 4 Januari 2025.
(FILE) Anggota militer Myanmar memperingati Hari Kemerdekaan Myanmar ke-77 di Naypyidaw pada 4 Januari 2025.

“Kami mendesak keras rezim militer [Burma] untuk menghentikan kekerasan, termasuk yang merugikan warga sipil dan infrastruktur sipil, membebaskan semua tahanan politik, dan terlibat dalam dialog yang tulus dan inklusif," menurut pernyataan gabungan.

Pada 1 Februari 2021, setelah kalah pemilihan nasional secara mutlak, militer Burma atau Myanmar melakukan kudeta. Mereka menahan pemimpin sipil terpilih dan membubarkan protes damai yang berlangsung.

Sejak itu, rezim militer telah menggunakan metode kekerasan yang terus meningkat untuk menekan rakyatnya, dan memperlakukan minoritas etnis di sana dengan brutal.

Untuk memperingatinya, pada 31 Januari, Australia, Kanada, Uni Eropa, Republik Korea, Selandia Baru, Norwegia, Swiss, Inggris dan Amerika Serikat mengeluarkan pernyataan bersama mengutuk penggulingan pemerintahan Burma yang terpilih secara demokratis, dan tindakan kediktatoran setelahnya.

“Kami mengutuk dengan sekeras-kerasnya meningkatnya kekerasan yang dilakukan rezim militer [Burma] yang merugikan warga sipil, termasuk pelanggaran hak asasi manusia, kekerasan seksual dan berbasis gender, serta penganiayaan dan diskriminasi sistematis terhadap semua kelompok minoritas agama dan etnis. Serangan udara militer menewaskan warga sipil, menghancurkan sekolah, pasar, tempat ibadah, dan fasilitas medis; meningkat hampir 25 kali lipat sejak 2021, ini berarti rata-rata tiga serangan udara per hari. Meningkatnya serangan udara di wilayah tanpa konflik aktif menandai eskalasi yang dilakukan oleh militer.”

Pernyataan bersama tersebut mendesak junta Burma untuk meredakan kekerasan, mengizinkan pengiriman dan penyaluran bantuan kemanusiaan ke seluruh negeri, serta memprioritaskan perlindungan warga sipil sambil sepenuhnya mematuhi Hukum Kemanusiaan Internasional dan Hukum Hak Asasi Manusia Internasional.

Menurut PBB, dalam empat tahun sejak kudeta, kebutuhan kemanusiaan telah meningkat dua puluh kali lipat. Lebih dari sepertiga populasi, sekitar 19,9 juta orang, kini membutuhkan bantuan kemanusiaan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Sebanyak 15,2 juta orang lainnya membutuhkan bantuan pangan, sementara kasus penyakit yang dapat dicegah terus meningkat. Jutaan warga Burma telah mengungsi, baik di dalam maupun luar Burma.

Sementara itu, kejahatan transnasional, termasuk produksi dan perdagangan narkotika, pusat penipuan dan perdagangan manusia, meningkat.

“Arah ini tidak baik bagi kelanjutan [Burma] atau kawasan tersebut. Sekaranglah saatnya bagi rezim militer [Burma] untuk segera mengubah arah,” menurut pernyataan bersama itu. “Kami mendesak keras rezim militer [Burma] untuk menghentikan kekerasan, termasuk yang merugikan warga sipil dan infrastruktur sipil, membebaskan semua tahanan politik, dan terlibat dalam dialog yang tulus dan inklusif dengan semua pemangku kepentingan. Ini adalah langkah awal yang penting menuju transisi yang damai dan demokratis, yang mencerminkan keinginan rakyat Myanmar.”

XS
SM
MD
LG